DIKSI.CO – Aksi intimidasi yang menimpa mahasiswa Universitas Islam Indonesia (UII) dan seorang mahasiswa program pascasarjana Universitas Indonesia (UI) yang juga Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Keuangan mendapat kecaman dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA).
Menurut KIKA, peristiwa itu dinilai sebagai ancaman nyata terhadap kebebasan akademik dan kebebasan berpikir di Indonesia.
Diketahui, tiga mahasiswa Fakultas Hukum UII, yaitu Ag, Ha, dan Id, yang sedang mengajukan uji formil Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat intimidasi.
Para mahasiswa ini mendapat intimidasi dari orang-orang tak dikenal yang mengatasnamakan MK dan juga melibatkan Babinsa (Bintara Pembina Desa), yang mendatangi rumah mereka dan menggali informasi pribadi.
Informasi ini mengemuka dalam laporan Tempo, 22 Mei 2025.
Kejadian kedua menimpa Sdr. YF, mahasiswa S2 UI dan ASN di Kementerian Keuangan, yang menjadi korban intimidasi fisik setelah menulis opini berjudul “Jenderal di Jabatan Sipil: Di Mana Merit ASN?” yang tayang di detiknews.com pada 22 Mei 2025.
Ia diserempet oleh dua pengendara motor berhelm fullface saat mengantar anaknya ke TK dan beberapa jam kemudian motornya ditendang hingga jatuh di depan rumah.
Karena khawatir keselamatan keluarga, YF meminta artikel tersebut dihapus, dan pihak Detikcom pun menghapusnya dengan alasan perlindungan terhadap keselamatan penulis.
Menurut UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 9 ayat (1), kebebasan akademik adalah hak sivitas akademika untuk mengembangkan ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi.
Selain itu, kebebasan berekspresi dan berpendapat di ruang akademik juga dijamin oleh Pasal 19 Kovenan SIPOL (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR) dan Pasal 13 Kovenan EKOSOB (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights/ICESCR), yang telah diratifikasi oleh Indonesia.
KIKA menilai bahwa praktik militerisme yang membungkam kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik merupakan pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia.
Oleh karena itu, KIKA mendesak kepolisian untuk segera memberikan perlindungan hukum kepada para korban dan menindak tegas pelaku intimidasi.
Komnas HAM juga diminta aktif mengusut kasus ini sebagai bagian dari upaya menjaga demokrasi dan kebebasan akademik di Indonesia.
"KIKA menegaskan bahwa intimidasi terhadap mahasiswa dan akademisi yang menggunakan pemikiran kritis adalah tindakan yang tidak dapat ditoleransi dan harus dihentikan," tegas KIKA dalam pernyataan resminya.
KIKA juga mengingatkan bahwa militerisme telah merusak tradisi berpikir kritis dan menggerogoti prinsip Negara Hukum demokratis.
Karena itu, seluruh pihak, termasuk DPR-RI dan pemerintah, diharapkan menindaklanjuti dan memberikan perlindungan terhadap kebebasan akademik dan hak asasi manusia.
Selain itu, KIKA juga mendorong Komnas HAM untuk aktif mengusut kasus serangan intimidatif ini agar ada upaya edukatif dan progresif bagi penyelenggara kekuasaan berpihak pada kebebasan akademik, kebebasan berpendapat dan kebebasan ekspresi, sebagaimana mandat SNP No. 5 Tahun 2021.
KIKA juga memandang bahwa militerisme telah merusak tradisi berpikir kritis dan menggerogoti Negara Hukum demokratis, sehingga intimidasi atas kasus-kasus tersebut harus menjadi perhatian semua pihak, untuk dihentikan, dievaluasi dan dicegah untuk tidak terulang Kembali.
"Demikian pernyataan ini disampaikan, semoga dapat menjadi perhatian semua pihak, khususnya bagi DPR-RI dan Pemerintah untuk memperhatikan masukkan dan suara masyarakat sipil yang menolak kembalinya perangai represif militer yang bertentangan dengan spirit pemajuan demokrasi dan perlindungan HAM, serta kebebasan akademik. Terima Kasih," tutup KIKA dalam rilisnya. (*)