DIKSI.CO, SAMARINDA - Tindakan represif dalam proses penggusuran Pasar Subuh di Jalan Yos Sudarso, Kecamatan Samarinda Kota beberapa waktu lalu menuai sorotan dari sejumlah pihak, tak terkecuali wakil rakyat Kota Tepian.
Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Ronal Stephen Lonteng dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Samarinda pada Kamis (15/5/2025), secara tegas meminta kejelasan dasar hukum yang digunakan oleh Pemkot dalam relokasi para pedagang Pasar Subuh.
Ronal menyebut Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 9 Tahun 2015 tidak cukup kuat sebagai landasan hukum operasional pemindahan pasar.
“Kalau memang hanya berdasarkan Perwali 9/2015, saya tidak melihat apa yang menjadi dasar hukum yang sah. Tanpa kejelasan hukum, bagaimana kebijakan bisa diterapkan secara adil di lapangan?” tegas Ronal.
Politisi PDIP ini juga mengkritisi pendekatan kekuatan aparat dalam proses relokasi Pasar Subuh tersebut.
Menurutnya, keterlibatan Satpol PP, Polri, TNI, hingga OPD lintas sektor seperti Damkar dan Dinas Perhubungan dalam operasi dinilai terlalu berlebihan.
“Penegakan ketertiban itu wajib, tapi tidak boleh mengabaikan sisi kemanusiaan. Kalau Trantibum hanya jadi dalih untuk membenarkan tindakan represif, maka Perda itu perlu dievaluasi atau bahkan dicabut,” ucapnya.
Selain itu, Ronal juga menekankan, pemindahan pasar semestinya mempertimbangkan dampak ekonomi terhadap pedagang kecil yang baru bangkit pasca pandemi.
Menurutnya, lokasi pasar baru belum tentu mampu meningkatkan aktivitas ekonomi maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Kalau tempat baru itu tidak bisa memberi nilai tambah untuk PAD, lalu untuk siapa pasar itu dibangun?” pungkasnya. (adv)